A. Problematika Pendidikan
Problematika berasal dari akar kata bahasa Inggris “problem” artinya, soal, masalah atau teka-teki. Juga berarti problematik, yaitu ketidak tentuan. Pendidikan adalah usaha yang sengaja dilakukan oleh orang dewasa untuk membantu anak untuk mencapai kedewasaannya.
Untuk membantu, membimbing serta mengarahkan anak mencapai sebuah kedewasaan diperlukan pendidkan yang berkualitas. Pendidikan yang berkualitas itu adalah pendidikan yang menanamkan daya-daya kemampuan, baik yang berhubungan dengan pengalaman kognitif (daya pengetahuan), afektif (aspek sikap) maupun psikomotorik (aspek ketrampilan) yang dimiliki oleh seorang individu.
Namun pada kenyataannya pendidikan di Indonesia ini tidak sesuai dengan kualitas pendidikan yang diharapkan semua pihak baik itu pemerintah, pendidik, maupun peserta didik. Hal ini menyebabkan munculnya problematika-problematika pendidikan diantaranya yaitu:
1. Kebijakan –kebijakan pemerintah dalam pendidikan.
2. Ketidak provesiolannya tenaga pendidik berimbas pada peserta didik.
3. Rendahnya mutu output pendidikan.
B. Problematika yang Muncul dalam Dunia Pendidikan di Indonesia
1. Kebijakan-kebijakan Pemerintah dalam Pendidikan
Salah satu faktor utama untuk mencapai kemakmuran suatu negara yaitu dengan pendidikan. Negara Indonesia telah dengan tegas menyebutkan dalam pasal 31 ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Ayat (2) menegaskan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Ayat (3) menetapkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Dan ayat (4) menugaskan negara untuk memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) serta dari anggaran pendapatan daerah (APBD). Dari ayat (4), jelaslah bahwa negara kita menempatkan pendidikan pada prioritas pertama dengan mengalokasikan anggaran terbesar dari semua sektor. Pendidikan merupakan sektor yang memang perlu diprioritaskan negara, sebab sangat terkait erat dengan pembangunan sumber daya manusia masa depan. Namun, sepertinya pemerintah telah kehilangan komitmen mengenai arti pendidikan dalam membangun kembali bangsa Indonesia dan untuk mewujudkan cita-cita reformasi.
a. Masalah Kurikulum
Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian Menteri Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar yang jelas dan mantap. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan sebanyak 11 kali, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, dan 2013. Perubahan yang terjadi itu memang wajar karena merupakan dampak dari tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Meski begitu, eksekusi dan pelaksanaan kurikulum yang terus berubah selalu diwarnai dengan berbagai problem yang muncul bersamaan dengan palaksanaan kurikulum baru tersebut. Seperti halnya penerapan kurikulum 2013 oleh pemerintah. Terjadi pro dan kontra dengan adanya kurikulum 2013 tersebut, baik oleh pengamat pendidikan, guru, maupun orangtua murid.
Kurikulum 2013 menuai banyak protes dari orangtua murid karena menghapuskan mata pelajaran Bahasa Inggris dari sekolah dasar. Banyak orangtua yang beranggapan bahwa penghapusan mata pelajaran Bahasa Inggris tersebut merupakan suatu kemunduran, karena sumber pengetahuan umum berbahasa asing, terutama Bahasa Inggris. Bukan hanya itu, ada orang tua murid yang beranggapan jika anak-anak tidak dibiasakan dari kecil (untuk berbahasa Inggris) bagaimana anak-anak bisa go internasional nantinya. Catatan tentang penerapan kurikulum 2013 ini juga datang dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jawa Timur. Meraka menyatakan bahwa, para pengajar belum tersentuh dengan kurikulum baru (2013) dan guru yang mata pelajarannya hilang atau disatukan butuh waktu untuk melakukan penyesuaian dengan penerapan kurikulum tersebut. Catatan selanjutnya adalah sistem evaluasi melalui ujian nasional (UN) yang dinilai terlalu kognitif (mengukur kepintaran), padahal kurikulum 2013 sendiri menampung tiga aspek yaitu: kognitif, perilaku, dan keterampilan.
b. Minimnya sarana prasarana serta mahalnya biaya pendidikan di Indonesia
Seperti yang kita ketahui saat ini, kualitas pendikan di Indonesia semakin terpuruk. Tidak hanya kualitas pendidik dan peserta didik saja melainkan sarana prasarana serta biaya pendidikan yang mahal juga menjadi problematika pendidikan di Indonesia. Kalau kita melihat UU sisdiknas bab XII tentang sarana dan prasarana pendidikan pasal 45 ayat 1 “setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, social, emosional, dan kewajiban peserta didik (Benny Susetyo:2005:196). Namun yang terjadi pada pendidikan di Indonesia saat ini yaitu minimnya sarana dan prasarana pendidikan di indonesia.
Sampai saat ini 88,8 persen sekolah di indonesia mulai SD hingga SMA/SMK, belum melewati mutu standar pelayanan minimal. Pada pendidikan dasar hingga kini layanan pendidikan mulai dari guru, bangunan sekolah, fasilitas perpustakaan dan laboratorium, buku-buku pelajaran dan pengayaan, serta buku referensi masih minim. Banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya
Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk dari SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.
Jika kita berbicara tentang biaya pendidikan, maka yang kita ingat pasti tentang mahalnya biaya pendidikan. Memang saat ini sudah diberlakukan pembebasan biaya pengajaran akan tetapi kebutuhan peserta didik tidak hanya sekedar SPP. Masih ada kebutuhan yang lain seperti buku teks pengajaran, alat tulis, seragam, biaya transportasi dan lain sebagainya. Contohnya saja, apalah arti SPP yang bersubsidi kalau biaya buku mahal dan setiap tahun harus bergantiganti kurikulum, tarikan atau pungutan liar yang merajalela oleh oknum tidak bertanggung jawab, biaya ini itu dan seterusnya (Benny Susetyo:2005:129).
2. Profesionalitas Guru Berdampak pada Perkembangan Belajar Siswa
Pendidik atau bisa disebut juga dengan guru adalah orang yang membimbing seorang anak atau orang yang belum dewasa menjadi lebih dewasa dan matang, dalam hal ini berarti seorang pendidik atau seorang guru adalah orang yang lebih dewasa dari peserta didik atau anak. Hal itu sesuai dengan pengertian ilmu pendidikan yakni "Pendidikan adalah sebuah disiplin ilmu pengetahuan yang persoalan khasnya adalah menumbuhkembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik agar menjadi lebih dewasa dan matang.” (Harun Al Rasyid, Mujtahidin.2012:4).
Pendidikan mempunyai tiga arti, ialah arti yang luas, arti yang sempit, dan arti yang luas terbatas. "Pendidikan dalam arti yang luas adalah semua orang yang berkewajiban membina anak-anak. Secara ilmiah semua anak, sebelum mereka dewasa menerima pembinaan dan orang-orang dewasa agar mereka dapat berkembang dan bertumbuh secara wajar. Sebab secara ilmiah pula anak manusia membutuhkan pembimbing seperti itu karena ia dibekali insting sedikit sekali untuk mempertahankan hidupnya. Dalam hal ini orang-orang yang berkewajiban membina anak secara alamiah adalah orang tua mereka masing-masing, warga msyarakat, dan tokoh-tokohnya." (Made Pirdata.2009:276).
"Dalam pengertian sempit, pendidikan adalah sekolah, yakni lembaga pendidikan sebagai salah satu hasil rekayasa dari peradaban manusia. Dalam pengerian sempit ini pendidikan tidaklah berlangsung seumur hidup, melainkan dalam waktu terbatas."(Harun Al Rasyid, Mujtahidin.2012:4) contohnya pendidikan SD berlangsung selama 6 tahun, pendidikan SMP berlangsung selama 3 tahun, begitu pula jenjang pendidikan selanjutnya.
"Dalam pengertian luas terbatas, pendidikan merupakan berbagai macam pengalaman belajar dalam keseluruhan lingkup kehidupan, baik sekolah maupun di luar sekolah, yang sengaja dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Pendidikan dalam pengertin ini bukan hanya sekedar pendidikan formal, melainkan juga pendidikan nonformal maupun pendidikan informal."(Harun Al Rasyid, Mujtahidin.2012:4).
Dalam profesionalitas guru hal yang perlu dikaji adalah (a) profesi pendidik, (b) Dampak yang ditimbulkan jika seorang pendidik atau guru yang tidak profesional.
a. Profesi Guru
Profesi atau bisa disebut dengan pekerjaan adalah sesuatu aktifitas yang pokok dalam kehidupan ini, jika bicara sebuah profesi semua orang pasti ingin atau mendambakan profesi atau pekerjaan yang mapan, layak, serta terpandang. Salah satu profesi atau pekerjaan yang dianggap mapan, layak, serta terpandang adalah profesi sebagai guru atau pendidik, sehingga tidak menutup kemungkinan semua orang ingin menjadi guru, karena banyak orang yang menganggap profesi guru ini adalah profesi yang sangat mudah dilakukan dan tidak membutuhkan tenaga yang banyak, tidak hanya itu banyak orang yang menilai profesi guru adalah profesi yang hanya bermodalkan bicara atau ngomong.
"Guru dan dosen adalah pejabat profesional, sebab mereka diberi tunjangan profesional. Namun mereka secara formal pejabat profesional, banyak kalangan yang meyakini keprofesionalan mereka, terutama guru-guru. Mengapa demikian? Sebab masyarakat pada umumnya melihat kenyataan bahwa (1) banyak sekali guru maupun dosen melakukan pekerjaan yang tidak memberi keputusan kepada mereka,dan (2) menurut pendapat masyarakat, pekerjaan mendidik dapat dilakukan oleh siapa saja." (Made Pirdata.2009:277).
Mengkaji dari ungkapan ungkapan di atas maka kini kita berbicara tentang profesionalitas seorang guru. Sebelum kita membahas bagaimana seharusnya seorang guru itu dalam bekerja sehingga anggapan-anggapan masyarakat tentang profesi yang dianggap sebagai profesi yang mudah, baiknya kita tahu apa yang disebut dengan profesionalisme.
"Schein (1972), mengemukakn ciri-ciri profesional sebagai berikut: (1) bejerja sepenuhnya dalam jam-jam kerja (fulltime), (2) pilihan pekerjaan itu didasarkan pada motivasi yang kuat, (3) memiliki seperangkat pengetahuan, ilmu, dan keterampilan khusus yang diperoleh lewat pendidikan dan latihan yang lama, (4) membuat keputusan sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan atau menangani klien, (5) pekerjaan berorientasi kepada pelayanan, bukan untuk kepentingan pribadi, (6) pelayanan itu didasarkan kepada kebutuhan objektif klien, (7) memiliki otonomi untuk bertindak dalam mennyelesaikan persoalan klien, (8) menjadi angota organisasi profesi, sesudah memenuhi persyaratan atau kriteria tertentu, (9) memiliki kekuatann dan status yang tinggi sebagai eksper dalam spesialisasinya dan (10) keahlian itu tidak boleh diadvertensikan untuk mencari klien." (Made Pirdata.2009:277-278).
Setelah kita tahu apa itu profesionalitas sekarang pertanyaan yang melintas dalam pikiran kita apakah para guru atau pendidik di indonesia ini sudah berada dalam atau sudah tergolong dalam dalam guru atau pendidik yang profesional?. Jika kita katakan sudah, mengapa masih ada seorang guru atau pendidik yang berada di sebuah lingkungan pendidikan atau sekolah tidak mempunyai latar belakang pendidikan yang cukup untuk mengajar?, bukankah hal itu berbahaya?.
b. Dampak yang Ditimbulkan jika Seorang Pendidik atau Guru yang Tidak Profesional.
Jika kita kaji lebih mendalam tentang profesionalitas seorang guru maka kita juga bicara tentang siswa atau peserta didik, karena yang paling besar terkena dampak dari ketidak profesionalnya guru adalah peserta didik. Di sini peserta didik tidak mengerti guru yang profesional itu seperti apa, yang mereka tahu hanya mereka menjalankan kewajiban mereka sebagai seorang murid yaitu belajar. Pada akhirnya output yang dihasilkan dari ketidak profesionalnya guru adalah perkembangan belajar siswa atau peserta didik baik dari segi kognitif, afektif, dan psikomotoriknya akan terhambat.
Penyebab ketidak profesionalannya seorang guru sangatlah banyak sekali diantarannya, yaitu proses perekrutan guru yang perlu dipertanyakan, mengapa demikian? karena sekarang banyak sekali guru yang tidak sesuai dengan standar yang ditentukan untuk menjadi seorang guru, tidak hanya itu ketidak sesuaian jurusan yang dulu diambil pada perguruan tinggi oleh seorang guru tersebut pun juga menjadi masalah, contohnya bisa kita lihat maupun kita dengar saat ini yakni banyak sekali guru SD yang dulu notaben pendidikan di perguruan tingginya tidak pada jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) ataupun juga ada guru SD yang dulunya hanya lulus pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Hal-hal di atas menggambarkan sekali standar pendidikan yang ada di Indonesia saat ini, jika pendidiknya saja tidak sesuai dengan standar yang ditentukan, maka bagaimana dengan peserta didiknya?. Jika seorang pendidik atau guru tidak sesuai dengan standar yang ditentukan maka seorang pendidik, tidak akan tahu apa saja yang dapat mempengaruhi perkembangan belajar siswa, aturan-aturan pendidikan yang harus dipatuhi, serta dampak jika seorang guru tidak mampu menyampaikan informasi dengan baik.
3. Rendahnya Mutu Output Pendidikan
a. Rendahnya Prestasi Siswa
Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda. Rendahnya prestasi siswa misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.
Kurang pedulinya pihak orangtua siswa terhadap pendidikan anaknya khususnya di daerah pedesaan. Seharusnya orangtua siswa sepenuhnya membebankan pendidikan anaknya terhadap guru, karena guru mendidik anak hanya sekitar 5 – 7 jam di sekolah. Orangtua siswa harus memperhatikan anaknya di rumah, tanyakan apakah ada PR?. Kalau ada PR suruh dikerjakan bila perlu dan bisa alangkah baiknya bila orangtua membimbing anaknya dalam membuat PR. Bila tidak ada PR tetap anak disuruh belajar walau besoknya tidak ada ulangan.
Siswa kurang motivasi dalam belajar bila hal ini terjadi, ini adalah tugas bersama guru dan orangtua untuk menumbuhkan dan meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. Beri pengertian dengan bahasa sederhana dan komunikatif pentingnya belajar untuk bekal hidup dan masa depan sebagai jembatan untuk mencapai cita-cita.
Dampak buruk dari alat elektronik seperti televisi dan Play Station atau game. Seharusnya televisi mempunyai dampak positif terhadap ilmu pengetahuan. Tetapi kebanyakan anak bahkan orangtua kurang senang menonton berita, mereka lebih senang menonton sinetron atau acara gosip. Seharusnya anak dibimbing dan dibatasi waktunya menonton televisi. Anak juga jangan sampai kecanduan bermain game hingga lupa pada tugasnya untuk belajar, main game juga perlu dibatasi waktunya misalnya hanya pada hari libur saja dengan durasi waktu maksimal 2 jam.
Adapun gejala – gejala rendahnya prestasi belajar siswa sebagai berikut
1. Siswa kurang merasa senang atau kurang semangat dalam belajar.
2. Siswa mengikuti pelajaran semata – mata agar tidak tinggal kelas.
3. Siswa mengikuti pembelajaran bukan untuk menambah ilmu, tetapi diharuskan mengikuti.
4. Prestasi belajar rendah karena motivasi belajarnya rendah.
C. Penyelesaian Problematika Pendidikan di Indonesia
1. Solusi untuk Pemerintah
Di dalam pembenahan pendidikan nasional diperlukan kepemimpinan pendidikan nasional (educational leadership). Kepemimpinan pendidikan memerlukan adanya suatu sistem yang mantap serta sumber daya manusia yang professional. Sistem yang mantap meliputi peranan pemerintah, tenaga-tenaga pendidik yang profesional, dan peserta didik itu sendiri.
Partisipasi masyarakat setempat yang memiliki pendidikan itu sendiri harus dihargai dan diberikan tempat serta peranan untuk mngurus pendidikan itu. Di sinilah letak pentingnya kepemimpinan pendidikan agar supaya arah yang sudah baik dan jelas dapat memenuhi sasarannya. Sasaran yang baik tanpa kepemimpinan professional akan gagal. Oleh sebab itu pula, birokrasi pendidikan yang fleksibel perlu dinahkodai oleh pemimpin-pemimpin pendidikan professional (H.A.R. Tilaar, 2009:75).
Upaya penyelesain untuk msalah sarana dan prasarana serta mahalnya biaya pendidikan yaitu:
a. Pengembanagan prasarana yang menciptakan lingkungan yang tenteram untuk belajar. Pemenuhan sarana fisik sekolahan ini meliputi pembanguan gedung sekolahan, laboratorium, perpustakaan, sarana-sarana olah raga, dan fsilitas pendukung lainnya. Dalam hal ini tentunya pemerintah memegang tanggung jawab yang besar dalam pemenuhan ini, karena pemerintah berkepentingan dalam memajukan pembangunan nasiaonal. Jika sarana belajar ini telah terpenuhi tentunya akan semakin memudahkan transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
b. Peniungkatan adminisrasi manajemen khususnya yang mengenai anggaran.
2. Solusi Untuk Pendidik
” Seorang guru akan menjadi karyawan yang profesional jika:
a. Dievaluasi setiap tahun dengan cara yang adil dan komprehensif. Hal yang terbaik adalah jika kriteria penilaiannya datang dari guru sendiri. Dengan bekerja dalam komite mereka merumuskan sendiri kriteria penilaiannya. Jika sekolah efektif dalam menilai guru maka guru akan senang berbuat yang terbaik karena ia tahu akan diapresiasi sekolah lewat peningkatan pendapatan (gaji) yang meningkat sesuai dengan hasil evaluasinya.
b. Di apresiasi kerja kerasnya. Jika sekolah yang meminta gurunya berbahasa Inggris saat mengajar, maka sekolah juga lah yang mesti melatih gurunya berbahasa Inggris dan memberikan tunjangan tergantung kemampuan bahasa Inggris guru tersebut.
c. Diperhatikan keluarganya. Penting bagi seorang guru merasa bahwa sekolah memperhatikan keluarganya. Caranya bisa lewat asuransi bagi anak istri, pinjaman lunak atau sekedar jalan-jalan akhir tahun bersama keluarga, melepas penat setelah setahun sibuk mengajar.
d. Diperlakukan dengan adil, jika guru merasa atasannya pilih kasih maka ia akan kehilangan kepercayaan pada sekolah sebagai institusi tempat ia bekerja dan jadi tidak maksimal dalam bekerja.
3. Solusi untuk anak didik
a. Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan.
b. Adanya kepedulian dari orangtua untuk pendidikan anaknya dan ikut turut memotivasi anaknya agar terus bersemangat belajar.
c. Menanamkan pendidikan moral, agama, dan disiplin waktu.
A.Teori Belajar Kognitivisme
Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan, dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.
Teori belajar kognitivisme lebih mementingkan proses belajar daripada hasil. Model pembelajaran ini merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut model perseptual.
Teori ini, berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, referensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Jika pada teori behaviorisme belajar dianggap sebagai kegiatan yang bersifat mekanisme antara stimulus dan respon sebaliknya, pembelajaran kognitif lebih memandang kegiatan belajar sebagai kegiatan yang melibatkan mental yang ada dalam diri individu yang sedang belajar bukan sekedar stimulus dan respon. Sehingga perilaku yang tampak pada manusia tidak dapat diukur dan diamati tanpa melibatkan proses mental.
1.Tokoh-tokoh
a.Teori perkembangan kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan. Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru.
Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah: Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya; Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing; Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
b.Teori perkembangan kognitif, dikembangkan oleh Bruner.
Berbeda dengan Piaget, Bruner melihat perkembangan kognitif manusia berkaitan dengan kebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang biasanya digunakan.
Menurut Bruner untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya. Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif mereka. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan. (discovery learning).
Implikasi Teori Bruner dalam Proses Pembelajaran :
Menghadapkan anak pada suatu situasi yang membingungkan atau suatu masalah; anak akan berusaha membandingkan realita di luar dirinya dengan model mental yang telah dimilikinya; dan dengan pengalamannya anak akan mencoba menyesuaikan atau mengorganisasikan kembali struktur-struktur idenya dalam rangka untuk mencapai keseimbangan di dadalam benaknya
c.Teori perkembangan kognitif, dikembangkan oleh Ausebel, Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru.
Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:
1)Memperhatikan stimulus yang diberikan
2)Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (advanced organizer), dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced organizer adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa. Advanced organizer memberikan tiga manfaat yaitu : Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan dipelajari. Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari dan yang akan dipelajari. Dapat membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.
2.Kelebihan dan kelemahan teori kognitivisme
a.Kelebihannya: menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri; membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah.
b.Kekurangannya: teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan; sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut; beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.
B.Teori Gestalt
Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi kesatuan. Teori gestalt cenderung mementingkan keseluruhan dibandingkan dengan bagian-bagiannya. Menurut teori ini dalam belajar yang paling penting adalah dipahami atau dimengertinya apa yang dipelajari oleh individu yang sedang belajar.
Teori ini dibangun oleh tiga orang, Kurt Koffka, Max Wertheimer, and Wolfgang Köhler. Mereka menyimpulkan bahwa seseorang cenderung mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh.
(Slameto, 2012: 9) Prinsip belajar menurut teori Gestalt.
1.Belajar berdasarkan keseluruhan
Seseorang berusaha menghubungkan suatu pelajaran dengan pelajaran yang lain sebanyak mungkin. Mata pelajaran yang bulat lebih mudah dimengerti daripada bagian-bagiannya.
2.Belajar adalah suatu proses perkembangan
Anak-anak baru dapat mempelajari dan merencanakan bila ia telah matang untuk menerima bahan pelajaran itu. Manusia sebagai suatu organisme yang berkembang, kesediaan mempelajari sesuatu tidak hanya ditentukan oleh kematangan jiwa batiniah, tetapi juga perkembangan karena lingkungan dan pengalaman.
3.Siswa sebagai organisme keseluruhan
Siswa belajar tak hanya inteleknya saja, tetapi juga emosional dan jasmaniahnya. Dalam pengajaran modern guru di samping mengajar, juga mendidik untuk membentuk pribadi siswa.
4.Terjadi transfer
Belajar pada pokok yang terpenting pada penyesuaian pertama ialah memperoleh respon yang tepat. Mudah atau sukarnya problem itu terutama adalah masalah pengamatan, bila dalam suatu kemampuan telah dikuasai betul-betul maka dapat dipindahkan untuk kemampuan yang lain.
5.Belajar adalah reorganisasi pengalaman
Pengalaman adalah suatu interaksi Antara seseorang dengan lingkungannya. Anak kena api, kejadian ini menjdai pengalaman bagi anak. Belajar itu baru timbul bila seseorang menemui suatu situasi atau soal baru. Dalam menghadapi itu ia akan menggunakan segala pengalaman yang telah dimiliki. Siswa mengadakan analisis reorganisasi pengalamannya.
6.Belajar harus dengan insight
Insight adalah suatu saat dalam proses belajar di mna seseorang melihat pengertian tentang sangkut-paut dan hubungan-hubungan tertentu dlam unsur yang mengandung suatu problem.
7.Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan, dan tujuan siswa
Hal itu terjadi bila banyak berhubungan dengan apa yang diperlukan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Di sekolah progresif, siswa diajak membicarakan tentang pryek atau unit agar tahu tujuan yang akan dicapai dan yakin akan manfaatnya.
8.Belajar berlangsung terus menerus
Siswa memperoleh pengetahuan tak hanya di sekolah tetapi juga di luar sekolah, dalam pergaulan; memperoleh pengalaman sendiri-sendiri, karena itu sekolah harus bekerja sama dengan orang tua di rumah dan masyarakat, agar semua turut serta membantu perkembangan siswa secara harmonis.
C.Teori Pemerosesan Informasi
Teori pemerosesan informasi adalah teori pembelajaran kognitif yang menjelaskan pengolahan, penyimpanan, dan penarikan kembali pengetahuan dalam pikiran seseorang. Belajar dihasilkan ketika informasi disimpan dalam memori yang terorganisasi dan materi yang dipelajari bermakna. Teori ini menekankan pada apakah siswa mengetahui dan bagaimana mereka mencapai suatu pengetahuan. Pencapaian pengetahuan adalah sebuah aktivitas mental melalui coding dan strukturing oleh siswa.
Informasi yang akan diingat harus terlebih dahulu menjangkau INDRA seseorang. Kemudian diberi PERHATIAN dan dipindahkan dari rekaman INDRA ke DAYA INGAT KERJA, kemudian diolah sekali lagi untuk dipindahkan ke DAYA INGAT JANGKA PANJANG.
1.Rekaman indra
?Rekaman indra: daya ingat dimana informasi diterima dan dipertahankan dalam waktu yang sangat singkat.
?Informasi yang diterima oleh indra tetapi tidak diberikan perhatian akan dilupakan dengan cepat.
?Persepsi: ketika informasi diterima, informasi diolah oleh pikiran sesuai dengan pengalaman dan keadaan mental kita.
?Lupa: ketidak mampuan untuk mendapatkan kembali informasi yang disimpan dalam memori.
2.Daya ingat kerja atau jangka pendek
?Short-term memory: sistem penyimpanan yang dapat menahan informasi dalam jumlah terbatas selama beberapa detik.
?Tempat penyimpanan informasi yang saat ini sedang kita pikirkan.
?Tempat pikiran mengolah informasi, mengorganisasikannya untuk disimpan atau dibuang dan menghubungkannya dengan informasi lain (Daya Ingat Kerja).
?Kapasitasnya 5 hingga 9 potong informasi (dalam setiap potong dapat berisi banyak informasi).
?Sangat dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan, makin banyak mengetahui tentang sesuatu, maka makin sanggup menyerap informasi baru.
?Pengulangan: proses pemanggilan kembali informasi untuk menempatkannya dalam daya ingat kerja.
3.Daya ingat jangka panjang
?Daya ingat jangka panjang: sistem daya ingat yang menjadi tempat penyimpanan informasi dalam jumlah besar dalam kurun waktu yang lama.
a.Daya ingat episodik: menyimpan citra pengalaman pribadi.
b.Daya ingat semantik/deklaratif: menyimpan fakta dan pengetahuan umum.
c.Daya ingat prosedural: menyimpan informasi tentang bagaimana melakukan sesuatu.
?Skemata: jaringan gagasan-gagasan yang terkait yang menuntun pemahaman dan tindakan.
?Teori tingkat pengolahan: pelajar hanya akan mengingat hal-hal yang mereka olah.
D.Prinsip-prinsip Belajar Kognitivisme
Teori belajar kognitif menjelaskan belajar dengan memfokuskan pada perubahan proses mental dan struktur yang terjadi sebagai hasil dari upaya untuk memahami dunia. Teori belajar kognitif yang digunakan untuk menjelaskan tugas-tugas yang sederhana seperti mengingat nomor telepon dan pemecahan masalah yang kompleks seperti pemecahan masalah yang tidak jelas. (Mujtahidin, 2013: 42) prinsip-prinsip belajar teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut.
1.Skema: artinya pembelajaran dibangun dari jaringan atau hirarki skemata agar pengetahuan menjadi bermakna.
2.Pembelajaran bermakna: artinya mengaitkan antara pengetahuan baru dengan pengetahuan yang dipelajari sebelumnya, informasi tidak dipelajari dengan hafalan.
3.Metakognisi: artinya memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar dengan memikirkan, mengendalikan, dan dengan efektif menggunakan proses pemikiran mereka sendiri.
4.Mengorganisasikan informasi yang bermakna dengan beberapa strategi: membuat catatan, menggarisbawahi, meringkas, menulis untuk belajar, membuat garis besar, dan memetakan menggunakan metode PQ4R.
5.Strategi pembelajaran dengan membuat: apersepsi, analogi, elaborasi informasi, membuat skema, bertanya, dan model koseptual.
Dalam penerapan teori belajar kognitif, kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar amat diperhitungkan agar aktivitas belajar menjadi lebih bermakna bagi siswa. Berikut penerapan prinsip-prinsip belajar kognitivisme dalam pembelajaran.
1.Siswa mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu sampai mencapai kematangan kognitif seperti orang dewasa.
2.Pembelajaran perlu dirancang agar sesuai dengan perkembangan kognitif siswa.
3.Agar proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi, siswa perlu dilibatkan secara aktif dalam proses belajar.
4.Pengalaman atau informasi baru perlu dikaitkan dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa untuk menarik minat.
5.Belajar memahami akan lebih bermakna daripada belajar menghafal.
6.Perbedaan individual antarsiswa perlu diperhatikan dalam rangka mencapai keberhasilan belajar.
E.Implikasi Teori Kognitivisme dalam Pembelajaran SD
Implikasi teori perkembangan kognitif dalam pembelajaran adalah dengan memberikan kebasan dan melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar, supaya proses belajar tersebut menjadi lebih bermakna bagi siswa. Berikut beberapa implikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran.
1.Memperhatikan bahwa cara berfikir siswa (anak) berbeda dengan orang dewasa. Sehingga dalam mengajar dengan menggunakan media hendaknya yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2.Bahan atau materi yang harus dipelajari siswa hendaknya tidak asing atau sesuai dengan pengatahuan awal siswa.
3.Memberikan peluang agar anak belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
4.Mengupayakan keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran agar proses belajar menjadi lebih bermakna.
5.Dalam proses pembelajaran lebih menekankan pada belajar memahami materi pelajaran dari pada sekedar belajar menghafal.
6.Memperhatikan adanya perbedaan individu pada siswa, karena faktor tersebut mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.
F.Peran Guru/Pendidik Menurut Teori Kognitivisme
Peranan guru atau pendidik menurut teori kognitivisme ini, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.Guru berperan sebagai motivator dan fasilitator, guru berperan dalam membangkitkan motivasi belajar siswa dan memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran.
2.Guru hendaknya berusaha bagaimana dapat mengembangkan potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik. Jika potensi yang ada pada setiap peserta didik telah dapat berfungsi dan menjadi aktual oleh proses pendidikan di sekolah, maka peserta akan mengetahui dan memahami serta menguasai materi pelajaran yang dipelajari di sekolah melalui proses belajar mengajar di kelas.
3.Pengetahuan tentang kognitif peserta didik perlu dikaji secara mendalam oleh para calon guru dan para guru demi untuk menyukseskan proses pembelajaran di kelas. Tanpa pengetahuan tentang kognitif peserta didik guru akan mengalami kesulitan dalam membelajarkan peserta didik di kelas yang pada akhirnya mempengaruhi rendahnya kualitas proses pendidikan yang dilakukan oleh guru di kelas melalui proses belajar mengajar antara guru dengan peserta didik.
4.Membantu siswa menghubungkan informasi yang baru dengan apa yang diketahui misalnya dengan mengulangi hal-hal yang diketahui siswa untuk mengingat kembali dan menghubungkan dengan informasi baru, menggnakan diagram atau garis untuk menunjukkan hubungan informasi baru dengan informasi yang dimiliki.
5.Mengutamakan pembelajaran bermakna bukan ingatan dengan mengajarkan perbendaharaan kata-kata baru dan mengaitkannya dengan kata-kata yang sudah dimiliki.
Abraham Harold Maslow (lahir 1 April 1908 – meninggal 8 Juni 1970) adalah teoretikus yang banyak memberi inspirasi dalam teori kepribadian. Maslow juga seorang psikolog yang berasal dari Amerika dan menjadi seorang pelopor aliran psikologi humanistik. Kemudian Maslow menjadi terkenal dengan teorinya tentang hirarki kebutuhan manusia.
A. Riwayat Hidup
Abraham Harold Maslow dilahirkan di Brooklyn, New York, pada tanggal 1 April 1908. Maslow dibesarkan dalam keluargaYahudi Rusia dengan orangtua yang tidak mengenyam pendidikan tinggi. Maslow bertumbuh di perpustakaan di antara buku-buku. Awalnya Maslow berkuliah hukum, namun pada akhirnya, ia memilih untuk mempelajari psikologi dan lulus dari Universitas Wisconsin. Pada saat berkuliah, Abraham menikah dengan sepupunya yang bernama Bertha pada bulan desember 1928. Abraham Harold Maslow memperoleh gelar bachelor pada tahun 1930, gelar master pada tahun 1931, dan gelar Ph.D pada tahun 1934. Maslow kemudian memperdalam riset dan studinya di Universitas Columbia dan masih mendalami subjek yang sama.
Pada tahun 1937-1951, Maslow memperdalam ilmunya di Brooklyn College. Di sana, ia bertemu dengan dua mentor lainnya yaitu Ruth Benedict seorang antropologis, dan Max Wertheimer seorang Gestalt psikolog, yang ia kagumi secara profesional maupun personal. Kedua orang inilah yang kemudian menjadi perhatian Maslow dalam mendalami perilaku manusia, kesehatan mental, dan potensi manusia. Ia kemudian menulis dalam subjek-subjek ini dengan mendalam. Tulisannya banyak meminjam dari gagasan-gagasan psikologi, namun dengan pengembangan yang signifikan. Penambahan tersebut khususnya mencakup tentang hirarki kebutuhan. Maslow menjadi pelopor aliran humanistik psikologi yang terbentuk pada sekitar tahun 1950 hingga 1960-an.
Maslow kemudian menjadi profesor di Universitas Brandeis dari 1951 hingga 1969, dan menjabat sebagai ketua departemen psikologi di sana selama 10 tahun. Di sinilah ia bertemu dengan Kurt Goldstein (yang memperkenalkan ide aktualisasi diri kepadanya) dan mulai menulis karya-karyanya sendiri. Di sini ia juga mulai mengembangkan konsep psikologi humanistik.
Maslow menghabiskan masa pensiunnya di California, sampai akhirnya ia meninggal karena serangan jantung pada 8 Juni 1970, pada umur 62 tahun. Kemudian, Pada tahun 1967, Asosiasi Humanis Amerika menganugerahkan Abraham Harold Maslow gelar Humanist of the Year.
B. Teori Humanistik dan Aktualisasi Diri
Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs atau Hirarki Kebutuhan. Kehidupan keluarganya dan pengalaman hidupnya memberi pengaruh atas gagasan-gagasan psikologinya.
Psikolog humanis ini percaya bahwa setiap orang memiliki keinginan yang kuat untuk merealisasikan potensi-potensi dalam dirinya dan untuk mencapai tingkatan aktualisasi diri. Untuk membuktikan bahwa manusia tidak hanya bereaksi terhadap situasi yang terjadi di sekelilingnya, tapi untuk mencapai sesuatu yang lebih, Maslow mempelajari seseorang dengan keadaan mental yang sehat, dibanding mempelajari seseorang dengan masalah kesehatan mental. Hal ini menggambarkan bahwa manusia baru dapat mengalami "puncak pengalamannya" saat manusia tersebut selaras dengan dirinya maupun sekitarnya. Dalam pandangan Maslow, manusia yang mengaktualisasikan dirinya, dapat memiliki banyak puncak dari pengalaman dibanding manusia yang kurang mengaktualisasi dirinya.
C. Hirarki Kebutuhan
Istilah hirarki dapat diartikan sebagai tingkatan atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya adalah bahwa dalam menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memenuhi kebutuhan tingkat kedua sebelum kebutuhan tingkat pertama dapat terpenuhi, kebutuhan tingkat ketiga tidak akan diusahakan pemenuhannya sebelum kebutuhan tingkat kedua terpenuhi demikian seterusnya.
Maslow menginterpretasikan hirarki kebutuhan dalam bentuk piramida, dengan kebutuhan yang lebih mendasar ada di bagian paling bawah dan kebutuhan yang paling tinggi ada di puncak piramida.
Maslow menggunakan piramida sebagai peraga untuk memvisualisasi gagasannya mengenai teori hirarki kebutuhan. Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar atau fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kebutuhan fisiologis atau dasar
2. Kebutuhan akan rasa aman
3. Kebutuhan akan kasih sayang
4. Kebutuhan untuk dihargai
5. Kebutuhan untuk aktualisasi diri
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis, dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual, dan bahkan juga spiritual.
1. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang paling mendasar dan sangat penting untuk bertahan hidup. Diantaranya adalah kebutuhan udara, air, makanan, tidur, dan lain-lain. Maslow percaya bahwa kebutuhan fisiologis sangat penting dan naluriah didalm hirarki kebutuhan karena kebutuhan yang lain menjadi menjadi sekunder sampai kebutuhan ini terpenuhi.
2. Kebutuhan Rasa Aman
Jenis kebutuhan yang kedua ini berhubungan dengan jaminan keamanan, stabilitas, perlindungan, struktur, keteraturan, situasi yang bisa diperkirakan, bebas dari rasa takut, cemas, dan sebagainya. Karena adanya kebutuhan inilah maka manusia membuat peraturan, undang-undang, mengembangkan kepercayaan, membuat sistem, asuransi, pension, dan sebagainya. Sama halnya dengan basic needs, apabila safety needs ini terlalu lama dan terlalu banyak tidak terpenuhi, maka pandangan seseorang tentang dunianya bisa terpengaruh dan pada gilirannya pun perilakunya akan cenderung ke arah yang makin negatif.
3. Kebutuhan akan Kasih Sayang
Setelah kebutuhan dasar dan rasa aman relatif dipenuhi, maka timbul kebutuhan untuk dimiliki dan dicintai. Setiap orang ingin mempunyai hubungan yang hangat dan akrab, bahkan mesra dengan orang lain. Mereka ingin mencintai dan dicintai. Setiap orang ingin setia kawan dan butuh kesetiakawanan. Setiap orang pun ingin mempunyai kelompoknya sendiri. Setiap orang butuh menjadi bagian dalam sebuah keluarga, sebuah kampung, suatu marga, dan lain-lain. Tidak terpenuhinya kebutuhan ini maka orang akan menjadi rentan merasa sendirian, gelisah, dan depresi. Kekurangan rasa cinta dan dimiliki juga berhubungan dengan penyakit fisik seperti penyakit hati.
4. Kebutuhan untuk Dihargai
Disisi lain jika kebutuhan tingkat ketiga relatif sudah terpenuhi, maka timbul kebutuhan akan harga diri (esteem needs). Ada dua macam kebutuhan akan harga diri. Pertama, adalah kebutuhan-kebutuhan akan kekuatan, penguasaan, kompetensi, percaya diri, dan kemandirian. Sedangkan yang kedua adalah kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, kebanggaan, dianggap penting, dan apresiasi dari orang lain. Orang-orang yang terpenuhi kebutuhannya akan harga diri akan tampil sebagai orang yang percaya diri, tidak tergantung pada orang lain, dan selalu siap untuk berkembang terus untuk selanjutnya meraih kebutuhan yang tertinggi yaitu aktualisasi diri (self actualization).
Empat tingkatan sebelumnya disebut dengan deficit needs, yaitu, jika kita tidak memiliki cukup hal-hal tersebut (defisit) maka kita akan merasa perlu. Tetapi apabila kita mendapatkan semua yang dibutuhkan maka kita tidak akan merasakan apa-apa.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Maslow melakukan sebuah studi kualitatif dengan metode analisis biografi untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai aktualisasi diri.
Maslow menganalisis riwayat hidup, karya, dan tulisan sejumlah orang yang dipandangnya telah memenuhi kriteria sebagai pribadi yang beraktualisasi diri. Yang termasuk dalam daftar ini adalah Albert Einstein, Abraham Lincoln, William James, dan Eleanor Roosevelt.
Berdasarkan hasil analisis tesebut, Maslow menyusun sejumlah kualifikasi yang mengindikasikan karakteristik pribasi-pribadi yang telah beraktualisasi:
a) Memusatkan diri pada realitas (reality centered), yakni melihat sesuatu apa adanya dan mampu melihat persoalan secara jernih.
b) Memusatkan diri pada masalah (problem centered), yakni melihat persoalan hidup sebagai sesuatu yang perlu dihadapi dan dipecahkan, bukan dihindari.
c) Spontanitas, menjalani kehidupan secara alami, mampu menjadi diri sendiri serta tidak berpura-pura.
d) Otonomi pribadi, memiliki rasa puas diri yang tinggi, cenderung menyukai kesendirian dan menikmati hubungan persahabatan dengan sedikit orang namun bersifat mendalam.
e) Penerimaan terhadap diri dan orang lain. Mereka memberi penilaian tinggi pada individualitas dan keunikan diri sendiri dan orang lain. Dengan kata lain orang-orang yang telah beraktualisasi diri lebih suka menerima anda apa adanya ketimbang berusaha mengubah anda.
f) Rasa humor yang tidak agresif (unhostile). Mereka lebih suka membuat lelucon yang menertawakan diri sendiri atau kondisi manusia secara umum (ironi) ketimbang menjadikan orang lain sebagai lawakan dan ejekan.
g) Kerendahatian dan menghargai orang lain (humility and respect).
h) Apresiasi yang segar (freshness of appreciation), yakni melihat sesuatu dengan sudut pandang yang orisinil, bebeda dari kebanyakan orang. Kualitas inilah yang menbuat orang-orang yang telah beraktualisasi merupakan pribadi-pribadi yang kreatif dan mampu menciptakan sesuatu yang baru.
i) Memiliki pengalaman spiritual yang disebut peak experience. Individu yang mencapai aktualisasi diri banyak memiliki apa yang dimaksud pengalaman puncak atau saat suka cita. Setelah semua pengalaman ini orang merasa terinspirasi, diperkuat, diperbaharui atau ditranformasikan.
Maslow percaya bahwa satu-satunya alasan bahwa orang tidak akan bergerak dengan baik dari arah aktualisasi diri adalah karena adanya kendala di masyarakat. Maslow menyatakan bahwa pendidik harus menanggapi potensi individu untuk tumbuh menjadi orang yang mengaktualisasi dirinya sendiri. Berikut hal-hal yang harus menjadi acuan bagi para pendidik:
a) Mengajarkan kepada peserta didik untuk menjadi dirinya sendiri, menyadari diri batin mereka, dan mendengar hati mereka;
b) Membantu peserta didik untuk menemukan panggilan hidup mereka. Hal ini difokuskan pada penemuan tentang apa yang mereka sukai untuk mereka kerjakan (karir);
c) Mengajarkan peserta didik untuk menghargai keindahan tentang hal-hal yang baik dalam hidup dan di alam sekitarnya; dan
d) Mengajarkan peserta didik bagaimana mengatasi masalah mulai dari yang sederhana sampai masalah yang serius dalam kehidupan.
Identitas Buku:
Judul Buku: Panen Durian di Pekarangan Rumah
Pengarang: Bernard T. Wahyu Wiryanta
Penerbit: PT. AgroMedia Pustaka
Tahun Terbit: 2009, cetakan pertama
Tebal Buku: 80 hlm; 15 x 23 cm
Identitas Peresensi: Sayyidatun Nihayah
Bernard T. Wahyu Wiryanta adalah penulis dari buku dengan judul “Panen Durian di Pekarangan Rumah”. Lahir di Kendal, 28 Mei 1978. Pendidikannya diselesaikannya sampai tingkat menengah atas di tempat kelahirannya. Selanjutnya bekerja di Majalah Trubus, tepatnya di Kebun Pembibitan Tanaman dan Ternak Cimanggis selama tiga tahun sampai tahun 1999.
Selepas dari Trubus, penulis bergabung di Forum Kerjasama Agribisnis (FKA) pada tahun 1999 sampai sekarang. Pada tahun 2000 membuka hutan seluas 30 hektar di Banten untuk perkebunan rubrik agribisnis di mingguan ekonomi dan bisnis Kontan.
Penulis yang masih aktif naik turun gunung dan masuk keluar hutan ini aktif memotret. Selain sebagai hobi, juga sebagai profesi. Selama beberapa tahun sempat aktif di Asosiasi Wisata Agro Indonesia (AWAI). Sebagai pemerhati pertanian, penulis juga banyak terlibat dalam membimbing dan mendidik para petani sampai ke pelosok pedesaan.
Pengalaman penulis sebagai praktisi pertanian –selama di kebun pembibitan Trubus, Kontan, FKA, AWAI, sebagai konsultan pertanian, dan seorang wartawan- banyak dituangkan dalam berbagai artikel di media dan beberapa puluh buku. Puluhan buku penulis di sektor pertanian banyak diterbitkan oleh penerbit AgroMedia Pustaka. Empat judul bukunya di sektor pertanian sudah dialihbahasakan oleh penerbit di Malaysia.
Buku panen durian di pekarangan rumah ini adalah salah satu dari puluhan buku penulis yang telah diterbitkan. Buku yang mengangkat tema pertanian ini mengambil ide bagaimana cara menanam tanaman durian di pekarangan rumah, bagaimana cara merawatnya, dan kemudian memanen durian yang kita tanam tersebut.
Penerbit buku ini adalah PT AgroMedia Pustaka. PT AgroMedia Pustaka adalah penerbit yang menerbitkan buku-buku yang bertema pertanian. Alamat redaksinya adalah di jalan. H. Montong no. 57, Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan 12630. Telepon (021) 78883030, fax. (021) 7270996, dan alamat emailnya adalah redaksi@agromedia.net.
Dalam buku ini terdapat delapan sub bahasan mulai dari penyebab tanaman durian tidak berbuah sampai perawatan tanaman pascaberbuah. Ada beberapa faktor yang menghambat tanaman durian berbuah, khususnya durian yang ditanam di pekarangan rumah seperti, kurang sinar matahari, jenis dan kesuburan tanah, kedalaman lapisan tanah, umur dan bibit asal tanaman, pengairan, penyerbukan, kekurangan unsur mikro, dan pengaruh musim.
Agar tanaman durian bisa berbuah sebelum “kita ubanan”, sebaiknya pilih bibit durian yang berasal dari okulasi atau sambung pucuk. Meskipun tanaman durian di pekarangan rumah sudah dirawat dan dipupuk dengan sempurna, adakalanya pembuahan masih bisa terhambat. Salah satu penyebabnya adalah karena serangan hama, penyakit (parasit), dan gulma.
Setelah kita dapat memanen buah durian di pekarangan rumah, diperlukan perawatan tanaman pascaberbuah atau pascapanen. Jika perawatan tanaman pascapanen tidak dilaksanakan, tanaman durian bisa mogok berbuah pada musim berikutnya, bahkan mati. (Bernard T, 2009: 72) mengemukakan bahwa tangkai bunga dan tangkai buah yang masih tersisa dapat menyerap energi dan kadang-kadang membusuk sehingga menjadi tempat yang kondusif bagi pantogen penyakit berkembang.
Setelah membaca buku ini anda akan merasa takjub, karena buku ini menyajikan dengan lengkap langkah-langkah yang harus kita lakukan jika kita ingin memanen buah durian di pekarangan rumah kita sendiri. Selain itu, buku ini juga dilengkapi dengan tabel kerja penanaman dan perawatan durian di pekarangan rumah yang dibuat sendiri oleh penulis. Isi dari buku panen durian di pekarangan rumah ini sudah bagus, namun pemilihan sampul bukunya kurang menarik. Karena sampul buku tersebut tidak menggambarkan isi dari buku ini.
Kerangka buku ini terdiri dari delapan sub bahasan. Pertama, mengapa tanaman durian tidak berbuah. Kedua, bibit durian untuk ditanam di pekarangan. Ketiga, menanam durian di pekarangan rumah. Keempat, perawatan tanaman durian. Kelima, membuahkan durian di pekarangan rumah. Keenam, hama dan penyakit durian serta penanggulangannya. Ketujuh, panen dan pascapanen. Kedelapan, perawatan tanaman pasca berbuah.
Pengalaman penulis sebagai seorang wartawan sangat membantu penulis dalam memilih penggunaan bahasa. Penggunaan bahasa yang penulis gunakan mudah dimengerti atau komunikatif dan tidak berbelit-belit, sehingga para pembaca dapat mengerti dengan mudah apa yang ingin penulis sampaikan dalam bukunya ini. “Kunci sukses membuahkan durian di pekarangan rumah dimulai sejak penanaman durian. Jika salah cara menanam, durian bisa sulit berbuah, lambat berbuah, atau yang lebih parah tidak berbuah sama sekali….” (Bernard T, 2009: 19)
Buku ini dapat menjadi referensi bagi siapapun yang tertarik untuk membuahkan tanaman durian di pekarangan rumah. Karena buku ini dapat membantu anda dengan langkah-langkah lengkap dan berbagai saran untuk mengatasi berbagai masalah yang mungkin timbul ketika anda merawat tanaman durian di pekarangan rumah.
- Pengetahuan Sosial
- Studi Sosial
- Ilmu Pengetahuan Sosial