Di sebuah hutan yang rimbun, ada sebuah pohon yang paling besar dan tinggi. Di pohon itu hidup dua keluarga. Satu cabang dihuni oleh keluarga tupai dan satu cabang lagi dihuni keluarga burung hantu.
Keluarga tupai terdiri dari ayah Ben dan ibu Nanda. Mereka memilki dua orang anak yang bernama Nina dan Niko.
“Hati-hati kalau turun naik, jangan sampai jatuh lagi ya,” ibu Nanda mengingatkan kedua anaknya. Ayah Ben bekerja di luar rumah dan ibu Nanda di rumah saja mengurus rumah dan anak-anak.
Di bagian cabang yang lain, ada keluarga burung hantu yang baik. Ada ayah Dika dan ibu Mila. Mereka punya seorang anak yang lucu dan baik hati bernama Mira. Mira senang sekali membantu ibunya mengurus rumah. Tapi, Mira kecil belum pandai memasak.
Suatu hari, keluarga burung hantu ditimpa kemalangan. Ayah Dika dan ibu Mila sakit bersamaan. Mira merawat orangtuanya yang sedang sakit itu sendiri. Mira memasak dengan susah payah sisa persediaan makanan yang ada di rumahnya.
Keesokan harinya, Mira bingung karena tidak ada lagi cadangan makanan yang bisa dimasak untuk makan keluarganya.
“Tak ada bahan makanan untuk dimasak lagi. Bagaimana ini...” gumam Mira sedih. Mira yang belum terlalu pandai terbang terpaksa pergi ke luar mencari makanan.
Mira tidak mendapat makanan untuk dimasak, ia pulang dengan tangan hampa. Tidak ada makanan yang dapat mereka makan.
“kasihan ayah dan ibu, tidak ada yang mereka makan,” ucap Mira sedih.
Melihat itu, keluarga Tupai merasa prihatin. Setiap hari, Nina datang mengantar makanan untuk keluarga burung hantu. Nanda, ibu tupai memang sengaja masak lebih banyak.
“Mira , ini ada sedikit makanan, semoga keluargamu suka ya,” ucap Nina.
“Aku jadi malu karena menyusahkan keluargamu,” ucap Mira tidak enak hati.
“Tak apa, bukankah kita memang harus saling membantu. Sudahlah, jangan sungkan begitu.”
Kini, Mira bisa fokus merawat orangtuanya. Setelah beberapa hari akhirnya orangtua Mira sembuh. Ayah burung hantu dan istrinya sangat berterimakasih atas pertolongan keluarga tupai.
Suatu hari, banyak pemburu datang mencari tupai-tupai dan menangkapinya. Tupai-tupai itu diburu untuk dijual sebagai obat, katanya.
“Bagaimana ini? Banyak tupai yang sudah ditangkap pemburu. Keselamatan keluarga kita semakin terancam,” ucap ayah Ben khawatir.
“Nina, Niko, jangan turun bermain di bawah, ya. Bahaya!” ibu Nanda menasehati.
“Tapi bu, sampai kapan kita tidak boleh main di bawah?” tanya Nina penasaran.
“Sampai keadaan aman, nak! Nanti kalau sudah aman, kalian bisa bermain lagi di bawah sana,” jelas ibu tupai sambil tersenyum
“Ya bu, kami mengerti,” jawab Nina dan Niko bersamaan.
Ayah tupai sudah seminggu tidak turun mencari makanan. Untungnya persediaan makanan masih ada, tapi mereka harus hemat menggunakannya.
Malam itu, semua penghuni hutan telah banyak yang mulai istirahat. Tapi ada sesuatu yang mencurigakan bergerak di dalam hutan itu.
Srek...srek...srek! Rupanya, pemburu itu beraksi juga di malam hari.
Salah seorang pemburu memanjat rumah keluarga tupai dengan lincah. Tapi untunglah, ayah Dika melihat pemburu itu. Ayah burung hantu memberi tahu pada istrinya yang sedang santai di ruang keluarga.
“Bu, sini! Lihat ada pemburu memanjat pohon kita. Kurasa mereka akan menangkap keluarga tupai,” ucap ayah burung hantu berbisik pelan.
“Benar, akhir-akhir ini tupai selalu diburu. Ayo,kita harus menolong mereka!” ucap ibu burung hantu.
Ayah burung hantu dan istrinya mendekat ke arah pemburu yang naik ke pohon itu. Mata yang besar bulat dan suara yang keluar dari ayah burung hantu membuat pemburu itu ketakutan melihatnya. Pemburu itumengira ada hantu di pohon itu.
“Tolong! Tolong! Ada hantu!” teriak pemburu itu lalu bergegas turun.
Rupanya pemburu itu memberitahu pemburu yang lainnya. Pemburu lainnya mencoba memanjat pohon itu lagi. Dan lagi-lagi keluarga burung hantu mengeluarkan jurus mautnya. Mata besar burung hantu dan suara mereka ternyata membuat para pemburu itu benar-benar ketakutan.
Akhirnya sejak saat itu tidak pernah ada lagi pemburu yang mendatangi tempat tinggal dua keluarga tersebut. Keluarga tupai sangat berterima kasih pada keluarga burung hantu. Mereka semakin rukun dan hidup tentram berdampingan.
Pesan: seperti semboyan pancasila berbeda-beda tetapi tetap satu, meski berbeda, keluarga tupai dan burung hantu dapat hidup berdampingan dan damai. Mereka juga saling membantu satu sama lainnya. Dalam hidup ini kita harus selalu tolong menolong, sebab kita tidak dapat hidup sendirian di dunia ini tanpa bantuan dari orang lain.
0 komentar:
Posting Komentar